Selasa, 18 Mei 2010

GAMBAR-GAMBAR KAYU GAHARU


                                                
 

TEKNOLOGI PENGHASILAN GAHARU


TEKNOLOGI PENGHASILAN GAHARU
     Teknik inokulasi merupakan teknik menghasilkan gaharu pada pokok yang berusia 5 tahun ke atas atau diameternya mencapai 8 hingga 10 cm. Keadaan optimal perlu bersesuaian dengan batang dalam sekitar 5 cm. Setiap batang dibuat lubang dengan jarak anatara lubang sekitar 20 cm antara satu sama lain. Lubang disumbat dengan buluh atau poly paip untuk mengelakkan lubang tercantum. Selepas dimasukkan kulat ia ditutup dengan lilin, kayu dan sebagainya untuk mengelakkan air hujan masuk ke dalam lubang. Antara kulat yang digunakan ialah Furasium sp, Phytium sp, Lasiodiplodia sp, Libertela sp, Scytalidium dan Thielaviopsis sp.


 
 
INDUSTRI PEMPROSESAN GAHARU
 Terbahagi kepada dua;
1.  Industri Pemprosesan Kepingan Gaharu.
     Teras di dalam pokok akan diambil setelah pokok ditebang dan dipotong mengikut bentuk dan saiz resin yang terjadi. Proses yang dipanggil mencuci biasanya akan dilakukan di rumah atau kilang kerana ia mengambil masa yang agak lama. Ia adalah proses membuang sisa kayu dari resin gaharu sehingga ia bersih dan kering. Gaharu yang siap diproses akan menjadi kepingan dan habuk dan akan digred mengikut saiz, bentuk, warna, bau Gaharu ini akan dijual kepada pekedai atau pengeksport. Kepingan gaharu ini digunakan secara dibakar untuk mendapatkan aromanya.
     Kebanyakan kerja-kerja mencari dan mencuci gaharu  dilakukan oleh orang asli dan penduduk melayu yang tinggal di pingir-pinggir hutan (Kajian Unit Ekonomi Hutan). Biasanya harga yang ditawarkan oleh peraih agak murah kerana kuasa ekonomi mereka dan dijual semula dengan harga yang jauh lebih tinggi.

 
2.  Industri Memproses Minyak Gaharu 
    Selain gaharu yang dijual secara kepingan dan abu, ia juga diproses untuk dijadikan minyak. Menurut data dari Jabatan Perhutanan, terdapat 12 buah kilang di semenanjung Malaysia pada tahun 2007. Ia terbahagi kepada industri berskala kecil dan besar. Kebiasaan skala kecil mempunyai kurang dari 10 unit dapur dan diusahakan sendiri. Manakala, pada skala besar meraka mempunyai anatara 10 – 80 dapur dan  akan mengupah pekerja seramai 2 – 3 orang atau lebih. Mereka juga memerlukan kayu gaharu sehingga 500 kg sebulan bagi menampung permintaan minyak gaharu.


KAYU GAHARU



KAYU GAHARU
Gaharu merupakan salah satu jenis pohon yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pedalaman di berbagai pulau di Indonesia. Nama gaharu berasal dari bahasa sansekerta agaru yang berarti wangi, kayu ini setelah terinfeksi mikrobia akan mendepositkan resin dalam jaringan kayu menjadikan kayu beraroma wangi, terutama apabila dibakar. Gaharu tersebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia, baik pulau besar (Kalimantan, Sumatra, Jawa, Sulawesi, Papua maupun Lombok), serta pulau-pulau kecil. Bahkan ditemui adanya endemik gaharu pada pulau tertentu, yang mempunyai kualitas gaharu yang spesifik, seperti di pulau Bangka,
terdapat endemik gaharu yang mempunyai kualitas gaharu sangat bagus,harum dan kandungan resinya cukup banyak.
Secara alamiah Indonesia mempunyai potensi yang besar terhadap komoditas tumbuhan gaharu ini. Rahman (2008) menyebutkan bahwa pohon gaharu merupakan salah satu tumbuhan penyusun komunitas hutan di Muara Teweh Kalimantan Tengah. Potensi gaharu alam banyak terdapat di hutan dipterocarpaceae yang masih tersisa, terutama pada kawasan konservasi, taman nasional, taman hutan raya, hutan lindung, hutan adat maupun di lahan milik masyarakat. Jenis yang ditemukan cukup banyak.
Pohon gaharu secara alamiah merupakan salah satu penyusun komunitas hutan dipeterocarpace yang dikenal kaya dengan biodiversitas.
Jenis pohon penghasil gaharu ini berasal dari famili Themeleaceae, Leguminoceae, dan Euphorbiaceae. Dari tiga famili terdapat 8 genus (Aquilaria, Wiktromea, Gonystilus, Gyrinops, Dalbergia, Enkleia, Excoecaria, dan Aetoxylon) dengan 17 species penghasil gaharu. Gaharu mempunyai nilai sangat tinggi sebagian besar masuk dalam famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. Dalam istilah perdagangan disebut sebagai gaharu beringin yang mempunyai nilai jual yang sangat tinggi, sedangkan gaharu yang mempunyai nilai jual relatif rendah disebut gaharu buaya. Masing-masing gaharu mempuyai segmen pasar yang berbeda-beda. Kualitas gaharu ditentukan oleh jenis, banyak tidaknya kandungan resin dalam jaringan kayu. Semakin tinggi kandungan resin akan semakin mahal, demikian juga sebaliknya.
Pembahasan tentang kualitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi gubal gaharu akan disampaikan dalam bab yang akan datang. Jenis Aquilaria yang bukan penghasil gaharu adalah Aquilaria brachyantha, A. udanetensis, A. citrinaecarpa, dan A. cpicuata (Salampessy, 2006). Masyarakat lokal yang hidup di pedalaman secara turun menurun memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan tumbuhan disekitarnya, baik kebutuhan untuk makanan dan minuman, maupun untuk kebutuhan kesehatan. Sejalan dengan dinamika perubahan kebudayaan masyarakat diakibatkan infiltrasi kebudayaan dari luar, berdampak pada perubahan secara berangsur pola kehidupana masyarakat, termasuk pemanfaatan tumbuhan sebagai tanaman obat. Sisi lain, banyak ditemui bahwa pengaruh obat kimia berdampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia,
Disamping ada beberapa penyakit yang belum diketahui obatnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengetahuan masyarakat lokal di Kalimantan Tengah (suku Dayak) dalam memanfaatkan sumber daya alam pohon gaharu (Aquilaria sp) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama untuk kesehatan.

Pemanfaatan Pohon Gaharu
Kayu gaharu secara turun temurun dimanfaatkan masyarakat Dayak sebagai bahan terbelo tempat untuk menematkan mayat leluhur. Disamping itu juga digunakan sebagai bahan untuk membuat kotak sebagai tempat untuk menempatkan tulang-belulang leluhur. Kepercayaan animisme-dinamisme masih mendominasi masyarakat etnis Dayak pedalaman di Kalimantan Tengah, dimana dalam penghormatan terhadap arwah leluhur dilakukan sesuai dengan kepercayaan yang telah dianut turun-temurun, dengan cara meletakkan mayat di tempat yang terbuat dari kayu gaharu. Jasat maupun tulang belulang yang ditempatkan pada tempat yang terbuat dari kayu gaharu merupakan penghormatan tertinggi terhadap arwah leluhur.
Sebagian masyarakat mempunyai tradisi untuk membongkar kubur leluhur yang telah lama, kamudian diambil dan dikumpulkan kembali tulang belulang yang berserakan untuk dibersihkan. Tulang belulan leluhur ini kemudian disimpan pada suatau tempat yang telah disediakan. Untuk memberikan penghormatan terhadap leluhur ini, dengan cara melatakkan telang belulang ini pada suatau tempat yang terbuat dari kayu gaharu.
Disamping itu pohon gaharu juga dimanfaatkan oleh masyarakat dayak untuk berbagai keperluan diantarannya:
  • Kulit kayu gaharu, dimanfaatkan untuk bahan tali-temali. Kulit gaharu juga digunakan untuk tali keranjang yang dipakai oleh para wanita maupun pria untuk mengambil rumput, maupun untuk tempat umbi. Caya membawanya dengan cara dikaitkan di kepala, maupun di pundak. Di samping itu kulit gaharu yang baru saja dikelupas, digunakan sebagai alat untuk memasak sayur, memebuat rasanya khas dan enak. Tempat memasak dari kulit gaharu ini dapat digunakan 3-4 kalu untuk memasak sayur.
  • Pohon gaharu dikelupas kulitnya (b) memasak sayur di hutan dengan menggunakan alat memasak yang terbuat dari kulit gaharu.
  • Daun dan buah gaharu , digunakan sebagai bahan untuk pengobatan tradisional.
  • Gubal gaharu, digunakan masyarakat sebagai bahan untuk pengisi amunisi senapan rakitan, yang digunakan masyarakat untuk berburu babi hutan, maupun binatang liar lainnya. Disamping itu gubal gaharu merupakan komoditas yang dapat diperjual belikan masyarakat, baik dengan sistem barter dengan barang lain, maupun dengan cash.
  •  Pemanfaatan gaharu (a) kulit gaharu digunakan sebagai pengikat tempat untuk ke kebun (b) tengkorak hasil berburu (c) gubal gaharu sebagai bahan untuk amunisi berburu c. Perkembangan pemanfaatan gaharu
    Di Assam India dikenal dua jenis gaharu yaitu gaharu yang disebut dengan
    jati sanchi dan gaharu yang disebut bhola sanchi. Bhola sanchi menghasilkan gaharu lebih jelek dibandingkan dengan jati sanchi yang merupakan gaharu yang mempunyai nilai jual yang sangat tinggi (Anonimous, 2008). Jenis ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu jenis pelindung pantai terhadap abrasi, intrusi serta perlindungan ekosistem pantai secara global. Jenis ini banyak dikenal didunia pengobatan karena resin mengandung senyawa aktif agalochin A-E. Senyawa ini kemudian digunakan untuk pengobatan beberapa penyakit diantaranya yaitu: bahan obat anti penyakit tumor, lepra, anti-bakterial, anti-viral, anti-cancer, dan pencegah penyakit HIV AIDS. Getah tanaman ini apabila terkena mata langsung akan menyebabkan kebutaan/iritasi, itulah sebabnya jenis ini sering disebut dengan jenis Buta-buta (blind your eye). Manfaat lain getahnya digunakan sebagai bahan ramuan untuk anak panah yang digunakan masyarakat dalam menangkap ikan. Kayu nya putih, tingan dan lembuh, tetapi cepat busuk. Kayu dimanfaatkan sebagai bahan untuk papan dengan kualitas rendah, korek api, untuk pulp dan pembuatan kertas, biasanya digunakan sebagai bahan bakar masyarakat nelayan.
  • Gaharu sebagai bahan obat untuk Antinyamuk
    Masyarakat Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur memanfaatkan kulit pohon gaharu sebagai bahan obat nyamuk alami. Kulit gaharu dikeringkan dengan kadar air tertentu. Kulit gaharu kering dibakar dengan mengeluarkan asap dan bahu khas yang dapat mengusir nyamuk.
  •  Gaharu sebagai obat analgesic
    Menurut Trupti et.al (2007) mengemukakan bahwa gaharu jenis Aquilaria agallocha mengandung aktivitas analgesic (obat untuk pencegah rasa sakit) dan anti inflammatory.
  • Gaharu sebagai bahan obat untuk antingengat
    Masyarkat jepang menggunakan gaharu sebagai bahan untuk bahan kamfergaharu, kamfer ini di bungkus (pakaging) dalam bentuk sachet.
  •  Gaharu sebagai bahan obat untuk Anticapai
    Daun gaharu dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk obat antimabuk terutama bagi pencandua alcohol.
  • Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Thailan menyebutkan bahwa berdasarkan penelitian 1000 responden membuktikan bahwa daun gaharu mengandng senyawa aktif agarospirol yang dapat berfungsi sebagai penekan sistim saraf pusat sehingga dapat menimbulkan efek menenangkan.

Template by:
Free Blog Templates